Indonesia adalah negara dengan banyak suku dan beragam budaya. Indonesia, negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam, tapi 5 agama ‘resmi’ lain pun hidup tanang di negara ini, meski dari awal merdeka berbagai macam kebijakan menunjukan mayoritas mengalah kepada minoritas.
Sampai sekarangpun kejadian serupa kerap kali terjadi, bahkan yang dipaksa mengalah tidak sebatas penghargaan terhadap minoritas, tapi juga mengalah dalam menjalankan Islam secara sempurna oleh umat mayoritas.
Dan seperti biasa, toleransi-intoleran menjadi senjata utama untuk menundukan kaum mayoritas. Kita akan melihat betapa gencar kaum sekuler liberal menggugat umat Islam dengan dalih toleransi, bahkan yang menggugat sendiripun notabenenya masih mengaku Islam.
Tidak hanya kaum sekuler liberal yang sering mengisi peran dalam penyudutan Islam seperti ini, tapi juga mereka yang sudah terjangkit virus pemikiran SEPILIS (Sekularisme, pluralisme, dan liberalisme). Toleransi-intoleran hanya sebagian kecil serangan yang ditujukan kepada umat Islam, juga ada sebutan seperti radikal, ekstremis, teroris, fundamentalis dsb.
Sikap intoleran kerap kali dituduhkan kepada umat Islam secara parsial dan tidak adil. Sebagai contoh pada kasus penolakan LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender), umat islam dikatakan tidak toleran, sementara pelarangan jilbab di bali suara-suara yang serupa nyaris luput dari pandangan mereka. Tidak hanya sampai disitu, kata panggilan ‘kafir’ yang merupakan bahasa Al Quran pun tak luput dari gugatan dengan modus toleransi. Padahal kata kata ‘kafir’ merupakan wahyu Allah yang tertuang di dalam Al Quran.
Indonesia, Negara Mayoritas Tapi Surga Bagi Minoritas
Toleransi yang mereka pakai untuk menyudutkan umat islam ini seringkali digunakan secara parsial meskipun dengan cara intoleran terhadap Islam sendiri, seperti contoh diatas.
Belum lama berselang kasus kontroversial pembacaan Al Qur’an dengan langgam jawa, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin lagi-lagi berulah lewat cuitannya di media sosial twitter yang memberi izin kepada pemilik warung makan untuk tetap buka pada siang harinya, sebagai bentuk toleransi kepada yang tidak berpuasa. Dengan dalih toleransi makan pada siang hati di depan umum di anggap sah-sah saja. Dengan dalih toleransi umat Islam lagi-lagi dipaksa mengalah, seolah-olah sangat banyak orang yang tidak berpuasa yang mesti dihormati. Inikah toleransi? Dan siapakah yang harus dihormati, dan siapakah yang harus menghormati? Kita bisa menjawab sendiri dengan akal sehat.
Sungguh sangat disayangkan pernyataan yang seperti ini keluar dari Menteri Agama. Toleransi seharusnya dilakukan oleh yang minoritas kepada yang mayoritas, bukan malah sebaliknya. Bahkan diluar negeri, minoritas muslim harus meneguk ludahnya sendiri disiang hari saat bulan Ramadhan. Di Thailand, Filipina, Myanmar dan daerah minoritas lainnya, Islam dibatasi ruang geraknya, bahkan sampai dibunuh atau diperangi. Dan tentu umat Islam di Negara lain tidak akan melakukan hal serupa. Tidak perlu jauh-jauh, pada kasus pelarangam Jilbab di bali, adakah toleransi itu di gaungkan oleh MENAG sendiri? Pada pelarangan Jilbab oleh TNI?
Indonesia, Negara Mayoritas Tapi Surga Bagi Minoritas
Seorang muslim pada dasarnya wajib secara utuh menjalankan syariat islam. Lalu menghalangi muslim untuk menjalankan syariat Islam di negeri ini apakah itu bentuk sikap toleran? Kebhinekaan? Memaksakan sekuler barat untuk dijalankan muslim Indonesia, apakah itu tindakan toleran? Padahal seorang muslim dilarang sekuler oleh islam, tuduhan Islam itu tidak bhineka, tidak toleran, anti pluralitas adalah tuduhan yang tidak ditemukan dalam sejarah islam manapun.
Indonesia, Negara Mayoritas Tapi Surga Bagi Minoritas
Umat islam paham sekali akan perbedaan, umat islam sangat paham bahwasanya tidak mungkin menyatukan manusia dalam keyakinan yang sama. Umat islam juga tidak pernah melakukan pemaksaan untuk masuk kedalam agamanya, sebab dalam Al Quran kami telah di ajarkan “Tidak ada paksaan dalam beragama”QS Al Baqarah (2): 256. Umat islam adalah umat yang paling paham dengan ke-bhinekaan, dengan perbedaan naluriah manusia itu sendiri.
“Dia lah yg menciptakan kamu, maka di antara kamu ada yg kafir dan ada yg beriman” QS At Taghabun (64):2. Ini realita, bahwa tidak semua orang beriman, umat muslim tidak kaku dengan perbedaan. Umat muslim sangat paham akan keberagaman ini.
“Dan kalau Allah menghendaki niscaya Allah jadikan mereka satu umat, tapi Dia memasukkan orang yang dikehendaki-Nya dalam rahmat-Nya” QS Aa Syura (42):8“
Indonesia, Negara Mayoritas Tapi Surga Bagi Minoritas
Tidak ada dalam sejarah manapun yang mengatakan islam adalah agama yang intoleran, justru sejarah seperti itu datang bukan dari Islam melainkan datang dari gereja. Jangan memandang sejarah pemaksaan agama oleh gereja, genocyde di spanyol, ambon, bosnia, dll, menjadi sejarah Islam. Itu bukan sejarah islam. Jangan paksa Islam untuk mengakui sejarah pemaksaan agama lain menjadi sejarahnya. Justru dalam sejarah, ketika ribuan tahun dunia dibawah kepemimpinan Islam, dunia mendapatkan kedamaian. Yahudi dan Nashrani dijamin perlindungannya oleh negara. Ketika syariat islam dijalankan tidak akan ada yahudi atau nasrani yang tersakiti. Justru hal berbeda akan kita temui ketika yahudi dan nasrani berkuasa atas umat islam. Islam adalah gurunya toleransi, gurunya kebhinekaan, guru dari pluralitas.
Lalu atas dasar apakah hari ini Islam dituduh intoleran? Tidak ada. Melainkan hanya kedengkian musuh-musuh Allah.
Di negeri mayoritas muslim seperti Indonesia, toleransi kerap kali menjadi senjata ampuh dalam proses sekularisasi. Dan Indonesia telah menjadi surga bagi kaum minoritas. Inilah Negara mayoritas tapi surga bagi minoritas
(Andri Oktavianas)
Sumber:
serambiminang.com
Belum ada tanggapan untuk "Indonesia, Negara Mayoritas Tapi Surga Bagi Minoritas"
Posting Komentar