Oleh: Abdullah al-Mustofa
Belum lama ini Wali Kota Bogor, Bima Arya Sugiarto – dan jajaran Pemkot serta Muspida – melakukan shalat Istisqa’ yang diikutinya bersama masyarakat, para tokoh dan pemimpin Kota Bogor. Alhamdulillah, tak lama setelah itu, Allah – Subhanallahu wa ta’ala – telah menurunkan hujan di Kota Bogor.
Sebagaimana diketahui, akhir-akhir ini Wali Kota Bogor, Bima Arya, menjadi buah bibir media dan masyarakat di dunia maya dan nyata. Sebabnya adalah tak lain tak bukan adalah tindakannya yang mengeluarkan surat edaran yang melarang diperingatinya Asyuro di wilayahnya – bahkan hingga membubarkannya -. Tindakannya yang tergolong berani itu menimbulkan polemik serta pro dan kontra.
Mereka yang pro berasal dari berbagai elemen masyarakat seperti tokoh masyarakat, ulama, bahkan Wakil Ketua Komisi VIII DPR, Sodik Mujahid, dan Hakim Mahkamah Konstitusi, Patrialis Akbar. Mereka yang kontra (tentu) adalah mereka yang kebakaran jenggot yakni kaum Syiah, para pendukungnya seperti kaum “islam” liberal beserta para simpatisan “islam” liberal.
Bukan sekadar menolaknya, tapi lebih dari itu kaum “islam” liberal sempat membully Bima Arya melalui media sosial. Kaum Syiah Indonesia sendiri yang dalam hal ini diwakili oleh Emilia Renita, ketua Organization of Ahlulbayt for Social Support and Education (OASE) – organisasi Syiah Indonesia yang akhir-akhir ini begitu getol, aktif dan terbuka membela kelompok Syiah – bahkan mengancam akan mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), meminta pemerintah pusat untuk menegur Bima Arya, hingga akan membentuk aliansi nasional anti Sunni.
Selain melarang diperingatinya Asyuro di daerahnya, Bima Arya juga telah menindak tegas sejumlah pengelola tempat hiburan malam di bulan Ramadhan yang lalu dan di akhir bulan yang lalu. Bahkan, dia menegaskan akan menutup seluruh tempat hiburan malam yang berada di wilayahnya dengan alasan lebih banyak mudharatnya. Pelarangan peringatan Asyuro dan niat baiknya untuk menutup semua tempat hiburan malam itu telah mendapatkan dukungan dan apresiasi dari masyarakat Muslim dan berbagai elemen umat Islam di Kota Bogor.
Masyarakat beserta para pemimpin dan tokoh Muslim Kota Bogor insya Allah telah mendapatkan ridho Allah. Hanya Allah – Subhanallahu wa ta’ala – yang Tahu mereka diridhoi atau tidak. Namun jika dilihat dari kenyataan yang bisa dilihat dapat disimpulkan bahwa itu memang benar adanya. Sebagai buktinya adalah dengan turunnya rahmat Allah – Subhanallahu wa ta’ala – berupa turunnya hujan di kota hujan itu segera seusai digelarnya shalat Istisqa’ yang diikutinya bersama para ulama, tokoh masyarakat, pejabat sipil dan militer, santri, serta masyarakat umum.
Menariknya, hujan itu turun saat rangkaian pidato sambutan belum usai. Di tengah turunnya hujan itu, dari kerumunan jamaah shalat Istisqa’ terdengar takbir dan tahmid, hingga terlihat di antara mereka melakukan sujud syukur dan meneteskan air mata sebagai tanda syukur.
Dua hal tersebut di atas yakni pelarangan kegiatan Asyuro dan digelarnya shalat Istisqa’ menunjukkan bahwa para tokoh dan pemimpin beserta masyarakat Muslim Kota Bogor bersatupadu dalam upaya-upaya yang membuat Allah – Subhanallahu wa ta’ala – menurunkan rahmat-Nya berupa turunnya hujan.
Logis dan tidaklah mengherankan rahmat Allah turun kepada mereka. Rahmat Allah turun kepada mereka itu karena mereka telah mendekatkan diri kepada Allah – Subhanallahu wa ta’ala – dengan melakukan shalat Istisqa’, berdzikir, memohon ampun dan memanjatkan do’a. Yang tidak kalah penting dari itu semua adalah sikap tegas terhadap kemungkaran, kesesatan dan kemaksiatan.
Apa-apa yang telah dilakukan masyarakat, para tokoh dan pemimpin Muslim Kota Bogor telah sesuai dengan pedoman yang telah digariskan agama Islam agar turun rahmat Allah.
Dengan turunnya hujan melalui shalat Istisqa’ yang dilakukan warga beserta para tokoh dan pemimpin Muslim Kota Bogor itu insya Allah merupakan salah satu bukti mereka adalah shodiqun (orang-orang yang benar), berada di atas jalan Al-Haq dan Allah – Subhanallahu wa ta’ala – bersama mereka.
Hujan yang turun di Kota Bogor seusai digelarnya shalat Istisqa’ itu bukan satu-satu dan pertamakalinya terjadi akhir-akhir ini di negara kita. Sebelumnya, hujan turun di sejumlah ruas jalan di Depok dan Kabupaten Bogor tepat sepekan usai digelarnya shalat Istisqa’ di kawasan Cilodong Depok.
Demikian juga hujan yang turun di Riau – tepatnya di Indragiri Hilir -. Hujan di kabupaten ini lebih menarik daripada hujan di Kota Bogor yang turun di tengah-tengah pidato sambutan. Yang menjadikan lebih menarik karena hujan di kabupaten ini turun ketika shalat Istisqa’ yang digelar sejumlah pelajar SMAN 1 Tanah Merah itu belum berakhir dikerjakan.
Secara umum, dengan datangnya hujan melalui shalat Istisqa’ merupakan salah satu bukti keotentikan mushaf Al-Qur’an, kebenaran ajaran yang terkandung di dalam Al-Qur’an dan Hadits. Dalam kata lain, berarti itu adalah salah satu bukti kebenaran agama Islam.
Jika mereka yang kebakaran jenggot itu merasa dan mengklaim diri mereka sebagai shodiqun, tidak berada di atas jalan Al-Bathil, serta ajaran mereka benar maka mereka mesti membuktikan kebenarannya, paling tidak dengan mendatangkan hujan sesuai tata cara atau pedoman yang digariskan “agama” mereka – jika memang ada tata cara dan pedoman itu – . Mau dan mampukah mereka membuktikannya?
Kang Bima Arya, lanjutkan! Anda orang benar dan di jalan yang benar. Anda tidak hanya benar menurut hukum agama Islam, tapi juga menurut hukum negara. Jangan hiraukan orang-orang yang lupa, sengaja melupakan, atau pura-pura lupa Putusan Mahkamah Agung No. 1787 K/Pid/2012 dengan terdakwa Tajul Muluk – yang menetapkan bahwa Syiah merupakan penyimpangan dan penodaan terhadap agama Islam – dan Pasal 156a KUHP – yang mengatur permusuhan, penyalahgunaan dan penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia -. Rasanya, kita perlu banyak “Bima” di Indonesia. Wallahu a’lam.
*Penulis adalah anggota Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI) Jatim
Sumber: Hidayatullah
Belum ada tanggapan untuk ""Bima" dan Pentingnya Pemimpin Shiddiqun"
Posting Komentar