Oleh Ustadz Nandang Burhanudin
(1) Terusik saat umat Islam digerogoti Syi'ah. Jelas bagian dari keimanan. Tak rela atas arogansi Syi'ah yang menghinakan Siti Aisyah, Abu Bakar, Umar, Utsman, bahkan menusuk Imam Ali dan Ahlu Baitnya sekaligus.
(2) Fakta bahwa Syi'ah adalah bagian dari upaya Yahudi menghancurkan Islam dari dalam, benar adanya. Sepanjang sejarah,
futuhat Islamiyyah selalu dirongrong Syi'ah.
(3) Syi'ah sudah berbeda dengan Islam yang turun kepada Nabi Muhammad, itu adalah pasti. Syi'ah bukan Islam. Syi'ah agama baru dengan baju Islam. Tak jauh beda dengan Qadiyani atau 30 pengaku Nabi palsu.
(4) Namun yang disayangkan adalah sikap kita. Syi'ah bukan barang baru. Tapi kemana kita dari kehidupan ini hingga tetiba Syi'ah tampil ke publik tanpa takut?
(5) Titik poinnya, umat Islam (Sunni) dilemahkan karena tidak adanya kepemimpinan yang gagah berani membela agama. Jikapun ada, bukankah dari kalangan Sunni juga yang mempretelinya satu persatu?
(6) Jangan lupa, siapa yang mendukung kudeta As-Sisi terhadp Mursi? Jangan lupakan pula, siapa yang mengkafirkan Syaikh Al-Qardhawi dan Ikhwnul Muslimin hingga kini? Lalu tak boleh lupa. Siapa di kalangan yang mengku Sunni, yang kini menyerang Erdogan tak kenal lelah?
(7) Tengoklah Syi'ah. Berani mengambil jalan revolusi. Kemudian memainkan demokrasi dibingkai kekuasaan absolut seorang Ayatullah. Sedangkan umat Islam (Sunni). Langkah apapun selalu dirintangi.
(8) Melakukan kudeta, disebut bughat. Ikut demokrasi, disebut anjing-anjing demokrasi. Malah diharamkan! Melanjutkan sistem kerajaan yang pro-Islam, langsung direvolusi.
(9) Syi'ah yang mempraktikkan ajaran bukan ajaran Islam saja, tampil percaya diri. Kaum Syi'ah siap membela keyakinannya, walau harus menyakiti diri sendiri yang justru diharamkan Islam.
(10) Bandingkan dengan umat Islam (Sunni). Gegap gempita kaum Sunni, bukan di masjid-masjid tapi di lapangan sepakbola atau TV-TV dan tempat hiburan.
(11) Kaum Rafidhah, Shafawiyah, Syi'ah bersama Yahudi tak akan mengenal bahasa diskusi. Teror, intimidasi, friksi, dan aksi negasi adalah ciri khasnya.
(12) Contohlah tindakan Sulthan Sulaiman Qanuni terhadap Kerajaan Syi'ah Shafawiyah di Iran yang menusuk dari belakang dan menelikung Kesultanan Utsmani yang tengah menaklukkan banyak negara Eropa.
(13) Sebanyak 2 kali, Sultan Sulaiman memperingatkan Syi'ah Shafawiyah agar tak mengganggu fokus Utsmani mengIslamkan Eropa. Saat tak digubris, Qanuni langsung mengirim pasukan tempur untuk kemudian menaklukkan Syi'ah Shafawiyah.
(14) Syi'ah sampai kapanpun tidak akan mengerti kecuali bahasa power. Bisa soft power atau hardpower. Soft power dengan kekuatan ekonomi, budaya, diskusi. Hardpower dengan pengendalian wewenang hingga kesiapan diri bila suatu ketika bentrok fisik.
(15) Pertanyaannya: Kesiapan umat Islam (Sunni) sudah sejauh mana? Kekuatan utamanya di persatuan dan kesatuan. Bisakah? Jangan-jangan yang anti-Syi'ah hanya elemen-elemen tertentu. Lalu Syi'ah dengan mudah menuduhnya sebagai WAHABI atau JIHADIS.
(16) Jika dituduh WAHABI, maka head to headnya dengan kalangan tradisional. Jika dituduh JIHADIS, maka akan mudah dibabat habis. Di sini liciknya Syi'ah. Maling teriak maling. Belum lagi jebakan Mut'ah yang membuat banyak kalangan termehek-mehek.
(17) Mari berbagi tugas. Penyadaran masyarakat tentang bahaya Syi'ah terus digalakkan semasif mungkin. Fakta di majlis-majlis taklim, masih banyak yang tak paham Syi'ah. Jangan lupakan, sentuhan kemanusiaan, advokasi dalam pelbagai hal, dan tentunya perhatian.
(18) Jangan lupakan, misi merebut kekuasaan untuk kemudian didedikasikan bagi pembelaan akidah, penerapan syariah,dan tentunya mencerdaskan dan mensejahterakan rakyat awam. Jika seiring sejalan. Syi'ah tak akan lagi pekat, merusak pernapasan dan keharmonisan.
Belum ada tanggapan untuk "KITA dan SYI'AH"
Posting Komentar