PEMILU TURKI DAN SKENARIO KEMENANGAN AK PARTI
Oleh Ahmad Dzakirin*
Hari ini, Ahad (7/6/2015), warga Turki akan berbondong-bondong ke bilik suara. Berdasarnya data Komisi Pemilihan Umum (KPU) terdapat lebih dari 53 juta warga berhak memberikan suara, dan 1 juta diantaranya warga Turki di perantauan.
Pemilu kali ini memilih 550 calon anggota parlemen dari 20 partai politik dan 165 calon independen, yang tersebar di 85 daerah pemilihan di 81 provinsi untuk masa bakti 4 tahun. Di Distrik Kirac, Belediyesi Esenyurt sendiri terdapat 48 TPS (Tempat Pemungutan Suara) dengan rata-rata 400 pemilih di masing-masing TPS-nya.
TPS dibuka pada pukul 8 pagi dan ditutup pukul 5 sore. Berbeda di Indonesia, penghitungan tidak dilakukan di TPS, namun langsung di Kantor KPU Kotamadya.
Usai maghrib, kurang lebih jam 9.30 malam, kami sengaja menyambangi kantor pemenangan AK Parti untuk melihat komparasinya dengan semalam jelang pencoblosan. Seperti biasa, terdapat sekitar 5 atau 7 tim sukses, termasuk Mustafa Kemerkeye, ketua distrik AK Parti berusia 65 tahun yang ramah dan murah hati. Setelah mengobrol sesaat, saya iseng bertanya apa strategi AK Parti malam ini hingga pagi hari. Mereka menjawab sambil tertawa, “Tidur.”
Memang tampak beda suasana menjelang Hari-H pemilihan di Indonesia. Jika di Indonesia, justru puncak kesibukan terjadi di malam menjelang pencoblosan. Warga dan tim sukses partai berseliweran, mendatangi pintu ke pintu menebar uang untuk mendukung partai dan calon tertentu. Saya justru melihat sebaliknya di Turki. Segala sesuatunya berjalan rileks, bahkan termasuk di malam sebelum Hari-H. Para pengurus partai pulang dari kantor jam 10 malam dan di jalanan kota, warga justru sibuk dengan urusannya sendiri. Meski demikian, bukan berarti tidak peduli. Diprediksikan tingkat kehadiran pemilu mencapai 85 persen, lebih tinggi dari pemilu presiden.
Boleh jadi, tipologi penyelenggaraan pesta demokrasi yang matang seperti di Turki atau negara maju lainnya, problem biasanya bukan terletak pada penyelenggara pemilu (KPU), seperti kekurangan logistik, kartu suara atau sejenisnya seperti di Indonesia. Dalam konteks ini, “Everything is already settled,” tetapi justru problem ada pada para peserta pemilu sendiri.
Dengan berjibun partai politik dan tingginya tingkat parliamentary threshold, tantangan diantara partai-partai politik adalah: Mampukah mereka (kecuali CHP dan MHP) menarik suara rakyat dan lolos jerat syarat minimal 10 persen?” Dapatkah mitos tak terkalahkan AK Parti disepanjang 13 tahun ditumbangkan dalam pemilu kali ini?
Mayoritas Tunggal Versus Mayoritas Tipis?
Isu diantara partai-partai oposisi bukan untuk mengalahkan Ak Parti, karena partai yang dipuji karena kinerjanya masih cukup kuat mendapatkan dukungan rakyat. Pelbagai hasil survey menunjukkan AK Parti akan tetap menang. Seberapa besar kemenangan AK Parti, masih menjadi perdebatan. Menang telak atau sebaliknya menang denganmayoritas tipis, sehingga harus berkoalisi dengan partai-partai lain. Dalam tiga kali pemilu berturut-turut, AK Parti menang dengan perolehan kursi lebih dari 276 kursi sehingga berhak membentuk pemerintahan minus koalisi (single government). Karena itu, AK Parti disepanjang 13 tahun menikmati hak istimewa merancang UU secara tunggal.
Kini, pasca kemenangan Erdogan dengan perolehan 51,8 persen suara dalam pemilu presiden 2014, AKP berambisi untuk memenangkan mayoritas mutak dalam pemilu kali ini sehingga dapat mengubah konstitusi. Ini artinya, AKP harus merebut tiga perlima perolehan kursi parlemen atau setara 330 dari 550 kursi. Kemenangan tersebut menjadi jalan bagi AK Parti untuk menyelenggarakan referendum konstitusional dalam mengamandemen konstitusi, mengubah sistem negara dari semi parlementer ke presidensial secara penuh. Jika menang, amandemen ini membawa implikasi kepada pengendalian penuh Erdogan dalam kekuasaan eksekutif.
Dalam konteks ini, hampir semua partai koalisi bersepakat menjegal laju ambisi AK Parti. Untuk menggagalkannya, HDP, partai berbasis Kurdi didorong maju dalam pemilu kali melalui jalur partai politik. ini berarti untuk pertama kalinya, kandidat Kurdi tidak lagi maju sebagai calon independen. Konsekuensinya, jika lolos 10 persen, sementara perolehan kursi dua partai oposisi lainnya, seperti CHP dan MHP relatif stabil, maka diprediksikan kursi parlemen AK Parti akan tergerus hingga 60 kursi. Namun jika gagal, maka perolehan suara HDP di setiap daerah pemilihan akan tedistribusikan secara proporsional diantara partai-partai politik yang lolos ke parlemen.
Political game HDP ini beresiko tinggi karena jika kalah, kelompok Kurdi secara formal tidak terepresentasikan dalam parlemen Turki sehingga kemungkinan akan membuka kotak pandora lainnya, berupa kemandekan proses perdamaian pemerintah dengan kelompok Kurdi atau bahkan lebih jauh, instabilitas politik. Namun, jika melihat record sejarah Erdogan dan sisi pragmatisme Erdogan, mungkin skenario ini sulit terjadi. Bagaimanapun juga, Erdogan adalah sedkit politisi yang berani mendobrak pakem politik Turki yang tabu, yakni bernegosiasi dengan kelompok teroris, PKK demi mencapai resolusi politik.
Namun, pemilu kali ini juga menjadi test case kemujaraban pesona Erdogan. Jika sukses maka jalan presidensial penuh akan terwujud dan implikasinya visi Turki Baru akan lebih mudah diwujudkan, namun jika tidak menang mutlak maka Erdogan atau AK Parti membutuhkan reformulasi politik baru untuk mewujudkan ciat-citanya. Kita tunggu prediksi sementaranya nanti malam.
Wallahu A’lam.
Belum ada tanggapan untuk "Pemilu Turki dan Skenario Kemenangan AK Parti"
Posting Komentar