YOGYAKARTA | DNA – Pengamat komunikasi dan media UGM, Wisnu Martha Adiputra, S.I.P., M.Si., menilai pemblokiran beberapa situs Islam oleh Kemkominfo (Kementerian Komunikasi dan Informatika) baru-baru ini merupakan suatu kemunduran bagi proses demokrasi di Indonesia. Kondisi ini justru layaknya masa orde baru dimana fungsi Kemkominfo seperti halnya Departemen Penerangan.
“Seharusnya Kemkominfo mendorong hak atas informasi bagi masyarakat. Bukan membatasi,”papar Wisnu di UGM.
Wisnu sepakat pemblokiran situs-situs yang terbukti mengajarkan paham radikalisme. Hanya saja dari pengamatannya, dari sekitar 22 situs Islam yang diblokir tersebut, tidak semuanya menyebarkan paham radikalisme. Selain itu, dasar pemblokiran situs-situs ini masih menggunakan Peraturan Menteri Komunikasi No.19 tahun 2014 tentang Penanganan Situs Internet Bermuatan Negatif yang tidak menggunakan UU Pers sebagai bahan pertimbangan.
“Ini ada sejak jaman pak Tifatul (Menkominfo saat itu) dan layak dibatalkan. Peraturan menteri memang memuat tindakan normalisasi pemblokiran namun kurang dalam sosialisasi,”papar pengajar di Jurusan Ilmu Komunikasi itu.
Penyebaran paham radikalisme bisa dilakukan melalui berbagai macam cara. Selain melalui media online, belum lama ini juga terungkap adanya buku pelajaran sekolah yang juga memuat paham tersebut. “Ini yang harus diantisipasi pemerintah. Bahkan sejak pilpres lalu banyak situs-situs yang layak ditutup,”imbuh Wisnu.
Senada dengan itu dosen Fakultas Hukum UGM, Heribertus Jaka Triyana, S.H., LL.M. melihat pemerintah terlalu reaktif dengan memblokir situs-situs tersebut. Pemerintah seharusnya menegakan UUD 1945 pasal 28 yang menjamin kebebasan berekspresi dan memperoleh informasi.
“Jangan dipukul rata semua bertentangan dengan nilai-nilai agama. HAM tentang informasi dan berekspresi dilindungi oleh undang-undang,”kata Jaka.
Jaka berpendapat saat ini merupakan momentum yang tepat bagi pemerintah terutama dalam penegakan hukum terkait HAM. Pemerintah harus bersikap adil dalam membuat kebijakan, tanpa disertai sentimen politik dan agama.(dna/ugm)
Belum ada tanggapan untuk "“Pemerintah Terlalu Reaktif Blokir Situs Islam”"
Posting Komentar